Fiqih Qurban 1: Cara Penyembelihan
Hewan yang boleh dimakan tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama. Hewan jinak yang berada di tangan kita. Hewan yang dapat kita kurung, lepas, kendarai atau tunggangi, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْفُلْكِ وَاْلأَنعَامِ مَاتَرْكَبُونَ لِتَسْتَوُا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَاكُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّآ إِلَى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ
“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan:”Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya,dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami”. (QS. al Zukhruf [43]: 12-14)
Kedua. Hewan yang berada di luar jangkauan kita, menjauh dari kita dan sulit menangkapnya dan ini ada dua jenis:
- Jenis hewan yang terpisah dari manusia, seperti di hutan, padang pasir, gunung dan sebagainya. Jenis ini dinamakan hewan liar.
- Jenis hewan yang jinak dan tidak liar namun terjadi keadaan kabur dan jauh dari jangkauan kita dan dianggap liar. Jenis ini dalam bahasa Arab dinamakan al Na’am al Mutawahisy.
Jenis-jenis ini semua memiliki tata cara penyembelihan yang berbeda-beda sesuai keadaannya.
Oleh karena itu perlu sekali diketahui pengertian sembelihan (al Dzakah) dan tata caranya agar dapat memilah-milah cara penyembelihan yang sesuai syari’at.
Pengertian penyembelihan (al Dzakah)
Kata al Dzakah dalam etimologi bahasa Arab bermakna sembelihan. Sedangkan dalam istilah syariat al Dzakah (sembelihan) ini memiliki pengertian sebab yang menjadikan halnya memakan daging hewan darat secara ikhtiyari.
Dengan demikian maka sembelihan itu ada dua jenis:
- Sembelihan dengan digorok atau dalam bahasa Arabnya al Dzabhu.
- Sembelihan dengan ditusuk atau dalam bahasa Arabnya al Nahru.
Al Dzabhu adalah menyembelih dengan cara memutus tenggorokan dari badan pada persendian antara kepala dengan leher di bawah dagu. Inilah yang sudah dikenal banyak dalam menyembelih sembelihan selain unta.
Sedangkan al Nahru adalah menyembelih hewan dengan cara menusukkan pisau atau sejenisnya di bagian Lubbah (bagian bawah leher tempat kalung), dan ini khusus untuk unta saja.
Pengkhususan al Nahru pada unta dan al Dzabhu pada selainnya adalah sunnah, karena Allah menyebutkan kata al Nahru pada penyembelihan onta dan al Dzabhu pada selainnya, seperti firmanNya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan naharlah (berkorbanlah)”. (QS. al Kautsar [108]: 2)
Dan firmanNya:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَهِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata:”Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?”. Musa menjawab:”Aku berlindung kepada Allah sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS. al Baqarah [2]: 67)
Serta firmanNya:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar. (QS. al Shaffat [37]: 107)
Hukum Penyembelihan
Para ulama Islam telah bersepakat ketidakhalalan hewan yang dimakan dagingnya kecuali ikan-ikanan dan belalang tanpa disembelih atau yang semakna dengannya.
Dasar kesepakatan ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَآأُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَآأَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَاذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. al Maidah [5]: 3)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ
“Semua yang ditumpahkan darahnya dan disebut nama Allah atasnya maka makanlah!” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dalam hadits ini ada petunjuk bahwa sembelihan dan menyebut nama Allah adalah syarat kehalalan hewan tersebut.
Hikmahnya
Diantara hikmah penyembelihan yang disampaikan para ulama adalah:
- Keharaman dalam hewan yang dimakan adalah pada darah yang tertupah (al Dam al Masfuh) dan ini akan hilang hanya dengan penyembelihan. Padahal Allah telah berfirman:
يَسْئَلُونَكَ مَاذَآأُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
“Mereka menanyakan kepadamu:”Apakah yang dihalalkan bagi mereka”. Katakanlah:”Dihalalkan bagimu yang baik-baik”. (QS. al Maidah [5]: 4).
Sedangkan hewan tersebut tidak baik kecuali dengan ditumpahkan darahnya dengan disembelih. Oleh karena itu, diharamkan bangkai karena masih ada al dam al masfuh-nya.
- Pembeda antara hewan yang dimakan manusia dengan binatang buas.
- Pengingat manusia tentang kemurahan Allah kepadanya dengan diperbolehkannya menghilangkan nyawa hewan tersebut dan memanfaatkannya setelah hewan tersebut mati.
Fiqih Qurban 2: Penyembelih Yang Sah
Terdahulu disampaikan tentang pengertian sembelihan, hukum dan hikmahnya. Maka berikut ini dipaparkan tentang syarat sembelihan yang sesuai dengan syariat Islam.
Sembelihan yang sesuai syariat Islam memiliki syarat-syarat, sebagian syarat berhubungan dengan penyembelihnya dan sebagian lainnya berhubungan dengan hewan sembelihan dan alat sembelihnya.
Syarat Pertama: Syarat yang berhubungan dengan penyembelih
Syarat-syarat yang berhubungan dengan penyembelih adalah:
1. Penyembelih harus berakal baik laki-laki atau perempuan, sudah baligh atau belum asalkan sudah mumayyiz. Sehingga tidak sah sembelihan orang gila, anak kecil yang belum berakal dan orang mabuk, karena mereka dianggap tidak berakal dalam syariat. Inilah pendapat mayoritas ulama Islam.
Imam Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan: “Tidak sah sembelihan orang yang tidak berakal seperti orang gila dan orang mabuk, karena mereka tidak dibebani beban syariat dalam firman Allah Ta’ala:
إِلاَّ مَاذَكَّيْتُمْ
“Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS. al Maidah [5]: 3). Karena mereka tidak mukallaf.[1]
Sedangkan Syaikh DR. Shalih Al Fauzan menyatakan: “Yang rajih disyaratkan akal dan mumayyiz dalam penyembelih, karena menyembelih adalah satu jenis ibadah dan disebutkan padanya nama Allah. Sedangkan ibadah harus dengan niat dan niat tidak akan diakui kecuali penyembelih tersebut berakal dan mumayyiz. Demikian juga penyembelihan memiliki syarat-syarat yang tidak akan diperhatikan dan dilaksanakan kecuali berakal dan mumayyiz.[2]
2. Penyembelih harus muslim atau ahlu kitab. Sembelihan orang musyrikin dan Majusi tidak sah menurut syariat dan ini merupakan ijma’ kesepakatan ulama islam. Hal ini karena orang musyrik tidak akan ikhlas menyebut nama Allah dan menyembelih untuk berhala mereka hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَآأُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَآأَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَاذَكَّيْتُمْ وَمَاذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِاْلأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن دِينِكُمْ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk ( mengalahkan) agamamu. (QS. al Maidah [5]: 3)
Adapun sembelihan ahlu kitab dihalalkan karena dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلُُّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُُّ لَّهُمْ
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (QS. 5:5)
Sahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan kata طَعَامُ dalam ayat di atas dengan sembelihan. Seandainya yang dimaksud dengan kata طَعَامُ dalam ayat di atas bukan sembelihan, maka pengkhususan terhadap ahlu kitab sia-sia, sebab makanan seluruh orang kafir selain sembelihan halal dimakan. Demikian juga kata طَعَامُ adalah sesuatu yang dimakan dan sembelihanpun masuk dalam pengertian yang dimakan.[3]
3. Penyembelih tidak dalam keadaan berihram baik untuk umroh atau haji, apabila menyembelih hewan buruan darat. Seorang yang berihram dilarang secara syariat ikut campur tangan terhadap hewan buruan darat baik dengan berburu, menyembelih atau membunuhnya. Bahkan juga diharamkan menunjukkan hewan buruan kepada pemburu atau memberi isyarat. Sehingga hewan buruan darat yang disembelih seseorang yang sedang berihram adalah bangkai. Hal ini didasarkan firman Allah Subhanhu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمُُ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآءُُ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةُ طَعَامِ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللهُ مِنْهُ وَاللهُ عَزِيزُُ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya
Fiqih Qurban 3: Alat dan Bagian yang Disembelih
Telah lalu dipaparkan syarat pertama dalam penyembelihan secara syar’i. Sekarang akan dijelaskan syarat kedua.
Syarat Kedua: Syarat yang Berhubungan dengan Alat Potong atau Sembelih
Syarat yang berhubungan dengan alat potong atau alat sembelih ada dua:
Pertama: Alat sembelih harus tajam, memotong atau menyobek dengan ketajamannya bukan dengan beratnya.
Kedua: Tidak berupa gigi dan kuku.
Apabila telah ada dua syarat ini dalam penyembelihan, maka halal sembelihannya, baik alat tersebut berupa besi, batu, kayu atau kaca. Dikecualikan gigi dan kuku, karena keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Semua yang darahnya tertumpah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah! Bukan memakai gigi dan kuku. Saya akan sampaikan tentang hal itu. Adapun gigi maka ia adalah tulang, sedangkan Kuku maka itu adalah alat potongnya orang Habasyah.” (HR. Al Bukhari)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menegaskan bahwa semua alat potong yang dapat menumpahkan darah hewan sembelihan dengan ketajamannya menjadikan sembelihan sah secara syar’i, kecuali dua; yaitu Gigi dan Kuku. Pengertian kuku di sini adalah kuku manusia dan selainnya dari hewan-hewan baik yang masih bersambung dengan tubuhnya atau sudah terpisah. Seperti menyembelih dengan kuku harimau atau binatang buas lainnya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan yang rajih karena keumuman hadits di atas.
Memotong dengan Potongan Tulang
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum memotong hewan dengan potongan tulang dalam dua pendapat:
- Diperbolehkan, karena yang dilarang hanyalah gigi sehingga diperbolehkan memotong hewan dengan potongan tulang selain gigi.
- Tidak diperbolehkan karena larangan bersifat umum pada semua tulang. Inilah pendapat madzhab Syafi’i, dengan berlandaskan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
{ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ }
“Adapun gigi maka ia adalah tulang”
Pernyataan beliau ini menjelaskan ketidakbolehan menyembelih dengan tulang. Mereka menyatakan bahwa pengertian hadits di atas adalah “adapun gigi, maka ia adalah tulang dan semua tulang tidak boleh dijadikan alat penyembelihan”. Dengan demikian ada ketetapan sembelihan tidak boleh dengan tulang. Oleh karena itu, beliau mencukupkan denga menyatakan: فَعَظْمٌ seakan-akan sembelihan dengan tulang sudah dikenal para sahabat tidak diperbolehkan lalu syari’at mengokohkannya. Dalam hal ini imam al Bukhari membuat judul bab dalam kitab Shahih al Bukhari dengan: “Bab Tidak Disembelih dengan Gigi, Tulang dan Kuku.”
Yang rajih tentang hal ini adalah pendapat kedua yang tidak memperbolehkannya. Wallahu A’lam
Syarat Ketiga: Memotong yang Wajib Dipotong dalam Penyembelihan
Para ulama sepakat bahwa bagian yang disembelih adalah leher dan Lubbah dan tidak boleh menyembelih di bagian lainnya. Dikhususkan bagian ini dalam penyembelihan, karena ia adalah tempat berkumpulnya pembuluh darah dan urat, sehingga akan mudah tumpah darah dan cepat hilangnya nyawa. Sehingga dengan demikian, dapat menjadikan daging lebih bagus dan lebih mudah bagi hewan yang disembelih. Sembelihan di leher dinamakan al Dzabh dan ini untuk selain unta, sedangkan sembelihan di Lubbah yaitu bagian yang ada di pangkal leher dan di atas dada dinamakan Nahr dan ini khusus untuk unta. Denga demikian, sembelihan di leher bagian atas dinamakan al Dzabh dan di bagian bawah leher dinamakan Nahr.
Adapun yang wajib dipotong dalam sembelihan adalah memotong empat bagian:
- Tenggorokan, yaitu saluran keluar masuk nafas.
- Kerongkongan, yaitu saluran masuk makanan dan minuman dan ia berada dibawah kerongkongan.
- dua urat leher yang ada di dua sisi leher mengapit kerongkongan atau tenggorokan yang merupakan saluran darah.
Disepakati bila keempat bagian tersebut terpotong, maka sembelihannya sempurna. Namun para ulama berselisih dalam masalah berikut ini:
- Bila terpotong sebagian dari empat bagian tersebut, apakah sah sembelihannya?
Yang rajih dalam masalah ini adalah cukup dengan memotong sebagian dari empat hal terebut. Kemudian timbul masalah lain yaitu: - Apabila sah, bagian mana yang harus dipotong?
Yang rajih adalah memotong tiga bagian darinya tanpa ditentukan, Karena ketiga bagian tersebut adalah dua urat leher dan kerongkongan atau tenggorokan, mungkin juga tenggorokan dan kerongkongan dengan salah satu dari dua urat leher tersebut. Kedua hal di atas dapat menumpahkan darah dan mempercepat kematian hewan sembelihan. - Hukum sembelihan yang kelewatan hingga memotong sungsum tulang lehernya yang memanjang dari tulang belakang sampai otak.
Yang rajih dalam permasalahan ini adalah sah sembelihannya dengan kemakruhan karena menambah sakit pada hewan tersebut - Hukum sembelihan dari tengkuknya.
Yang rajih dalam masalah ini adalah sah sembelihannya apabila alat potong tersebut memotong bagian yang wajib dipotong dalam keadaan hewan tersebut masih bernyawa walaupun sedikit.
Fiqih Qurban 4: Harus Baca Basmalah
Telah lalu disampaikan syarat kedua dan ketiga dalam penyembelihan yang syar’i dan ini kelanjutannya,
Syarat Keempat: Menyebut Nama Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman menjelaskan syarat keempat ini dalam Al Qur’an yang berbunyi:
فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu;dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik” (QS. al An’am [6]: 118-121)
Para ulama sepakat disyari’atkannya menyebut nama Allah dalam penyembelihan dengan dasar ayat ini.
Hukumnya
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menyebut nama Allah (mengucapkan ‘bismillah’) ini, namun yang rajih adalah wajib dengan dasar sebagai berikut:
1. Firman Allah ’Azza wa Jalla yang artinya,
”Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu;dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. al An’am [6]: 121)
2. Hadits Rafi’ bin Khudaij yang berbunyi: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Semua yang darahnya tertumpah dan disebutkan nama Allah atasnya, maka makanlah! Bukan memakai gigi dan kuku. Saya akan sampaikan tentang hal itu. Adapun gigi maka ia adalah tulang, sedangkan Kuku maka itu adalah alat potongnya orang Habasyah.” (HR. Al Bukhari)
Inilah pendapat yang di-rajih-kan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menyatakan: “Inilah pendapat yang paling rajih, karena Al Qur’an dan Sunnah menggantungkan kehalalan dengan menyebut nama Allah pada banyak ayatNya.”[1]
Hikmah Pensyariatannya
Disyari’atkan menyebut nama Allah dalam penyembelihan karena dapat memperbagusnya dan menolak syaithan dari penyembelih dan hewan sembelihannya. Apabila tidak dibacakan nama Allah, maka syaithan dapat mencampuri penyembelih dan hewan yang disembelih hingga memberikan kejelekan pada hewan tersebut. [2]
Bacaan yang Disyariatkan Sebagai Menyebut Nama Allah
Demikian juga dalam permasalahan ini, namun yang rajih adalah harus dengan bismilah tidak bisa diganti dengan lainnya. Hal ini berdasarkan amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih membaca: “Bismillah”. Amalan inilah yang menjelaskan kemutlakan ayat perintah menyebut nama Allah. Inilah yang di-rajih-kan Syaikh Shalih Al Fauzan.
Waktu Membacanya
Menurut kesepakatan para ulama bahwa waktu membacanya adalah pada waktu penyembelihan, sebab tidak terwujud makna menyebut nama Allah dalam penyembelihan kecuali pada waktunya dan diperbolehkan dibaca menjelang waktu penyembelihan dalam waktu yang sebentar dan tidak lama dari penyembelihan.
Hukum Sembelihan yang Tidak Jelas Apakah Dibacakan Bismilah Atau Tidak?
Permasalahan ini langsung dijawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist A’isyah, beliau berkata:
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوهُ قَالَتْ وَكَانُوا حَدِيثِي عَهْدٍ بِالْكُفْرِ
“Sesungguhnya satu kaum bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada satu kaum memberi kami daging yang kami tidak mengetahui apakah dibacakan padanya nama Allah atau tidak? Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Bacalah padanya ‘Bismilah’ dan makanlah! Aisyah menyatakan bahwa mereka tersebut baru masuk Islam.” (HR. Al Bukhari)
Dari hadits ini dapat diambil satu hukum, yaitu seseorang bila mendapatkan daging yang telah disembelih orang lain, maka ia diperbolehkan memakannya dan menyebut nama Allah, dengan dasar prasangka baik kepada orang lain.
Syaikh Shalih Al Fauzan memberikan penjelasan sebagai berikut: “Apabila yakin bahwa sang penyembelih tidak menyebut nama Allah, maka tidak boleh memakannya. Bila tidak mengetahuinya apakah dibacakan padanya nama Allah atau tidak, maka boleh memakannya, karena tidak diwajibkan kamu mengetahui dibacakan bismilah atau tidak dalam semua yang ada di pasar kaum muslimin dari sembelihan kaum muslimin atau ahlu kitab. Karena kaum muslimin semua mengetahui dan bisa mengucapkan ‘bismilah’ dan seorang muslim harus diberi prasangka baik selama belum jelas yang menyelisihinya dan ahlu kitab sama hukumnya dengan mereka.”
Demikian syarat-syarat penyembelihan yang ada. Semua sembelihan yang telah memenuhi empat syarat di atas adalah sembelihan yang sah menurut syari’at.
Mudah-mudahan bermanfaat.
—
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
Artikel UstadzKholid.Com