Potret Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah

Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah ala Nabi) adalah nama umum bagi bentuk khilafah yang dicita-citakan oleh kaum muslimin. Kalau begitu, adakah khilafah selain ala Nabi? Ya, ada. tapi bukan di sini kita membahasnya.

Membahas potret ideal khilafah, Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata :

وَذَكَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ أَحْمَد عَنْ الْخِلَافَةِ فَقَالَ : كُلُّ بَيْعَةٍ كَانَتْ بِالْمَدِينَةِ فَهِيَ خِلَافَةُ نُبُوَّةٍ لَنَا

Artinya, “Disebutkan bahwa seseorang bertanya kepada imam Ahman tentang khilafah, beliau menjawab, “Setiap baiat yang terjadi di Madinah adalah khilafah ala minhajin nubuwwah.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 35/26)

Mengomentari hal ini Imam Zarkasyi berkata, “menurut Imam Ahmad, apa yang disunnahkan oleh khulafa’ rasyidin adalah hujjah yang wajib diikuti. Dan Imam Ahmad berkata, “Setiap baiat yang telah terjadi di Madinah, maka itu adalah khilafah nubuwwah.” Dan sudah diketahui bersama bahwa pembaiatan Ash Shiddiq (Abu Bakar), Umar, Utsman dan Ali –radiyallahu anhum- terjadi di Madinah. Adapun setelah itu tidak ada lagi baiat (khilafah) di Madinah.” (Al Bahrul Muhith fi Ushulil Fiqh 3/531)

Maka setiap baiat yang sesuai dengan tata cara baiat-baiat para khulafa’ rasyidin maka itu adalah baiat khilafah nubuwwah. Dan setiap baiat yang menyelisihi tata cara (minhaj) baiat khulafa’ur rasyidin, maka bukan baiat ala minhajin nubuwwah.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa rule model khilafah ala minhajin nubuwwahadalah era khulafaur rasyidin.

Allah SWT berfirman :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ

Artinya, “Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan beramal sholih bahwa Dia (Allah) sunguh-sungguh akan menjadikan kalian khalifah di muka bumi, sebagaimana Allah menjadikan Allah menjadikan orang-orang sebelum kalian berkuasa….” (QS An Nuur : 55)

Di dalam ayat ini Allah berjanji kepada orang-orang beriman untuk memberikan mereka kekuasaan, tentunya jika terpenuhi syarat dan pra syarat untuk itu, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat. Janji Allah ini kemudian terwujud pada era para khulafaur rasyidin, sebagaimana yang disebutkan oleh syaikh Hakim Al-Mathiri.

Rasulullah SAW bersabda :

فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين ، عضّوا عليها بالنواجذ ، وإياكم ومحدثات الأمور ، فإن كل بدعة ضلالة

Artinya, “Sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian akan melihat perbedaan yang banyak. Berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang diberi petunjuk. Gigitlah dengan gigigeraham. Jauhi oleh kalian perkara yang diada-adakan karena sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan hadits hasan shohih)

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي مِنْ أَصْحَابِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ

Artinya, “Dari Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah SAW bersabda, “ikutilah oleh kalian dua orang sesudahku dari kalangan sahabatku, yaitu Abu Bakar dan Umar..” (HR Tirmidzi)

عن سفينة مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((الخلافة في أمتي ثلاثون سنة ثم ملك بعد ذلك))

Artinya, “Dari Safinah, mantan budak Rasul berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Khilafah pada umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu sistem kerajaan.” (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Albani)

Ayat dan hadits di atas memberikan isyarat akan wajibnya melazimi sunnah khulafaur rasyidin dalam pemerintahan dan mengatur urusan umat. Karena pada masa pemerintahan merekalah kita bisa menyaksikan ayat-ayat politik Islam itu diimplementasikan dalam ruang waktu.

Dr Hakim Al-Mathiri menambahkan, bahkan saat pemilihan khalifah ke-tiga menyisakan 2 calon, yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, para sahabat mensyaratkan kepada keduanya bahwa siapapun yang terpilih haruslah menjalan pemerintahan berdasarkan sunnah dua khalifah sebelumnya. Kemudian terpilihlah Utsman bin Affan dan para sahabat membaiat beliau berdasarkan syarat di atas.

Unsur lain yang membuat masa khilafah rasyidah sah sebagai rule mode adalah cakupan wilayah yang dikuasai saat itu. Pada era Utsman bin Affan dikenal sebagai era pembebasan, pada saat itu wilayah kekuasaannya membentang dari India hingga Maroko. Sebuah kekuasaan lintas benua yang mampu menerapkan ayat-ayat politik Islam dalam realitas umat Islam.

Tak hanya itu, era khilafah rasyidah juga menjadi tolak ukur kinerja para khalifah sesudahnya walaupun sudah tidak disebut khilafah rasyidah lagi, mulai dari daulah Umawiyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah. Para khalifah yang terkenal adil seperti  Umar bin Abdul Azis, Al-Mu’tadhid, Al-Mustadhi, An-Nashir, Sholahuddin, Nuruddin Zinki, Yusuf bin Tasyfin, Muhammad Al Fatih dan para khalifah yang adil lainnya, tidaklah mereka berbuat adil kecuali mereka berusaha untuk menjadikan khulafaur rasyidin sebagai teladan dan parameter. Sehingga mereka adalah para khalifah (raja) yang terkenal dengan keadilan dan prinsip syuronya. (disarikan dari buku “Ma’alim Daulah Rasyidah, Dr Hakim Al-Mathiri)

Pemaparan di atas memberikan kita kesimpulan bahwa praktek bernegara dan politik khulafaur rasyidin taken for granted dan finished project sebagai sebuah pengejawantahan ayat-ayat politik Islam.

Ciri Penting Khilafah ala Minhajin Nubuwwah.

Ciri terpenting khilafah nubuwwah adalah berhukum dengan syariat. Dan orang yang diajak untuk mentaati syariat itu berkata ‘kami dengar dan kami taati’. Sebagai praktek dari firman Allah swt :

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya, “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An Nur : 51)

Imam Al Mawardi –rahimahullah– berkata bahwa kewajiban seorang khalifah itu ada 10, secara ringkas yaitu, Menjaga akidah, menyelesaikan perselisihan, menebar keamanan, menerapkan hudud (hukum pidana Islam), menjaga perbatasan, memerangi musuh, menarik fai’ dan (sedekah dan zakat), menentukan jumlah santunan dan mendistribusikannya, mengangkat wali (gubernur, menteri, pegawai) yang amanah, terlibat langsung mengurusi negara.

Kemudian Imam Al Mawardi berkata, “Apabila seorang Imam melakukan apa yang telah kami sebutkan (10 poin di atas) yang merupakan hak-hak umat, maka dia telah menunaikan hak Allah yang berupa hak sekaligus kewajiban rakyat, maka seorang imam memiliki 2 hak, yaitu hak ketaatan dan pertolongan selama keadaan imam tidak berubah.”(Al Ahkam As Sulthoniyah, Al Mawardi, hal 28)

Di dalam nukilan di atas imam Abul Hasan Al Mawardi menyebutkan bahwa hak seorang imam untuk ditaati dan diberikan pertolongan erat kaitannya dengan sejauh mana sang khalifah memenuhi kewajibannya terhadap umat.

Sumber: https://www.kiblat.net/2017/05/05/potret-khilafah-ala-minhajin-nubuwwah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *